Ini Alasan MK Batalkan Keputusan KPU Banjarbaru Berujung PSU

BANJARBARU, dnusantarapost.com – Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru Tahun 2024 dan memerintahkan KPU Banjarbaru untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) Kota Banjarbaru.

Bacaan Lainnya

Dalam hal ini, Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo membacakan putusan yang menyatakan, mengabulkan permohonan pemohon sebagian.

Diantaranya permohonan pembatalan Keputusan KPU Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024 tertanggal 24 Desember 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Banjarbaru Tahun 2024

Amar Putusan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi, Suhartoyo ini menyatakan, PSU harus dilakukan dalam rentang waktu 60 hari sejak putusan dibacakan yakni sejak Senin (24/2/2025).

MK memerintah KPU Banjarbaru melaksanakan PSU dengan mekanisme menggunakan surat suara yang terdiri dari dua kolom. Satu kolom berisi Paslon Nomor Urut 1 Hj Erna Lisa Halaby dan Wartono dan satu kolom lagi ‘Kotak Kosong’ yang tidak mencantumkan gambar Paslon 02 yang sudah didiskualifikasi.

“Serta dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan,” ujar Suhartoyo.

Alasan MK Batalkan Keputusan KPU Banjarbaru

Mahkamah Konstitusi menilai, KPU Kota Banjarbaru tidak memenuhi kebutuhan demokrasi masyarakat Kota Banjarbaru dalam pelaksanaan Pilwali Kota Banjarbaru 2024 karena menggunakan surat suara yang masih mencantumkan gambar Paslon 02 yang telah didiskualifikasi yakni Aditya Mufti Arifin dan Said Abdullah.

Kemudian, KPU Banjarbaru menerapkan Keputusan KPU RI Nomor 1774/2024 sehingga mengakibatkan suara yang dicoblos pada kolom Paslon 02 dinyatakan tidak sah.

Meski KPU Banjarbaru meng-klaim sudah mensosialisasikan kepada masyarakat soal keputusan di atas, MK menilai KPU Banjarbaru tidak mengakomodir asas Bebas dan Adil sesuai asas-asas Pemilu.

Hal ini bertentangan dengan amanat pasal 18 ayat (4) UU NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa kepala daerah secara demokratis. Tentunya, Pilwali 2024 dinilai merenggut hak pemilih untuk memberikan suaranya secara bermakna dan memiliki nilai suara. (nurul octaviani)

Pos terkait