Menyeruput Kopi di Tengah Riuh Pasar Bauntung

BANJARBARU, dnusantarapost.com –Pagi hari di Pasar Bauntung selalu hidup. Suara pedagang menawar harga bersahut-sahutan, aroma rempah dan ikan asin bercampur jadi satu. Tapi di antara hiruk pikuk itu, ada wangi yang bikin penasaran—harum kopi yang baru diseduh.

Sumbernya sebuah kios mungil bercat merah. Meja berlapis keramik putih, rak kayu sederhana, dan seorang barista muda yang cekatan menuang air panas ke bubuk kopi. 

Bacaan Lainnya

Inilah Kopi Tjap Abah, kedai kecil yang jadi tujuan singgah banyak orang.

Sofwan, sang pemilik, melayani dengan tenang. Semua kopi dibuat manual, dari seduhan tradisional hingga espresso sederhana. 

“Kami ingin kopi bisa dinikmati siapa saja, bukan hanya mereka yang nongkrong di kafe,” ucapnya.

Harga segelas kopi di sini ramah di kantong, mulai Rp5 ribu sampai Rp12 ribu. Meski murah, biji yang dipakai dari Lampung dan Toraja, dipanggang sendiri untuk menjaga cita rasa. Bahkan pembeli bisa melihat langsung proses penggilingan biji kopi di depan mereka.

Tak butuh waktu lama, Tjap Abah sudah punya pelanggan setia. Rata-rata 30–50 gelas laku per hari, dan bisa tembus 80 gelas saat akhir pekan. 

Ada mahasiswa, pekerja, hingga warga yang baru selesai belanja, semuanya rela berhenti sebentar untuk menyeruput kopi.

Ferdi, salah satu pengunjung dari Cempaka, mengaku ketagihan. 

“Ngopi di pasar rasanya beda. Harganya murah, tapi kualitasnya kayak di kafe. Jarang ada yang begini,” katanya sambil tersenyum.

Di tengah kesibukan pasar, Tjap Abah menghadirkan pengalaman sederhana tapi berkesan, secangkir kopi hangat, percakapan ringan, dan sejenak jeda sebelum kembali beraktivitas. (nurul octaviani)

Pos terkait